I.
PENDAHULUAN
1.1
Latar
belakang
Lele dumbo merupakan ikan
ekonomis penting yang banyak dibudidayakan oleh petani ikan, tidak terkecuali
di Kabupaten Banggai. Beberapa keunggulan ikan ini ialah mudah dibudidayakan,
pertumbuhannya relatif cepat, dan harga jualnya yang cukup tinggi. Lele dumbo (C.
gariepinus) merupakan jenis ikan air tawar yang berprotein tinggi dan
merupakan komoditas perikanan yang cukup populer dikalangan masyarakat. Lele
dumbo (C. gariepinus) memiliki berbagai keunggulan antara lain mudah
dipelihara, proses pertumbuhannya cepat, memiliki kemampuan untuk beradaptasi
terhadap lingkungan yang cukup tinggi. Budidaya ikan lele dumbo (C.gariepinus)
lebih mudah dibandingkan ikan tawar lainnya seperti gurami, tawes, nila, nilem,
dan masih banyak ikan air tawar lainnya.
Pengembangan usaha budidaya ikan
tentu tidak lepas dari faktor-faktor yang berpengaruh terhadap produksi hasil
budidaya, salah satunya yaitu penyakit. Dalam
budidaya ikan kewaspadaan terhadap hama dan penyakit yang menyerang benih harus
mendapat prioritas yang utama supaya produksi budidaya ikan tidak mengalami
penurunan, bahkan dapat mengalami kematian ikan, dan kerugian ekonomi.
Faktor yang berperan dalam timbulnya
penyakit adalah faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal merupakan
faktor yanng berasal dari dalam, seperti gangguan pada genetik, kekebalan, dan
metabolisme. Faktor eksternal merupakan faktor yang berasal dari luar yang
bersifat patogen dan non patogen. Faktor eksternal yang bersifat patogen antara
lain virus, parasit, jamur, bakteri, dan protozoa, sedangkan faktor yang
bersifat non patogen antara lain suhu, pH, nutrisi, dan kualitas air (Afrianto
& Liviawaty, 1992)
Salah satu penyebab timbulnya
penyakit pada ikan yaitu adanya parasit. Penyakit yang disebabkan oleh
organisme parasit disebut penyakit parasiter (Irianto, 2005). Parasit adalah
organisme yang hidup pada tubuh organisme lain dan umumnya menimbulkan efek
negatif pada organisme yang ditempatinya. Serangan parasit dapat menyebabkan
kerugian secara ekonomis. Efek ekonomis parasit pada ikan antara lain
pengurangan populasi ikan konsumsi, pengurangan berat ikan dan terjadinya
perubahan morfologi ikan.
Berdasarkan pemikiran
diatas maka perlu diadakan penelitian tentang Analisi tingkat serangan parasit pada ikan lele dumbo Clarias gariepinus, suatu
studi tentang ekologi parasit.
1.2
Tujuan dan
Kegunaan
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis
jenis parasit yang menyerang benih ikan lele dumbo (C. gariepinus) di kolam
Kampus II Universitas Muhamadiyah Luwuk, serta tingkat serangan parasit pada
ikan lele dumbo di kolam Kampus II Universitas Muhamadiyah Luwuk.
Sedangkan kegunaan penelitian
ini yaitu dapat memberikan informasi bagi pembudidaya ikan lele dumbo (C.
gariepinus) tentang jenis-jenis parasit yang menginfeksi tubuh ikan lele
dumbo (C. gariepinus) serta tingkat infeksi ikan lele dumbo yang
terserang penyakit.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Klasifikasi
dan morfologi kan Lele Dumbo (Clarias gariepinus)
Menurut
Sanin (1984) dan Simanjuntak (1989) dalam Rustidja (1997) klasifikasi
ikan lele dumbo adalah sebagai brikut:
Kingdom : Animalia
Sub
Kingdom : Metazoa
Filum : Vertebrata
Kelas : Teleostei
Ordo : Ostariophysoidei
Sub Ordo : Siluroidea
Family : Claridae
Genus : Clarias
|
Gambar I : Ikan Lele Dumbo ( Clarias Gariepinus )
Sumber : Rustidja
(1997)
Menurut
Najiyati (1992), dalam Rustidja (1997) bentuk luar ikan lele dumbo yaitu
memanjang, bentuk kepala pipih dan tidak bersisik. Mempunyai sungut yang
memenjang yang terletak di sekitar kepala
sebagai alat peraba ikan serta mempunyai
alat olfactory yang terletak berdekatan dengan sungut hidung dan penglihatannya kurang berfungsi dengan baik. Ikan lele
dumbo mempuyai 5 sirip yaitu sirip ekor, sirip punggung, sirip dada, dan sirip
dubur. Pada sirip dada jari-jarinya mengeras yang
berfungsi sebagai patil, tetapi pada lele dumbo lemah dan tidak beracun. Insang
berukuran kecil, sehingga kesulitan jika bernafas. Selain bernafas dengan insang juga mempunyai alat pernafasan
tambahan (arborencent) yang terletak pada insang bagian atas. (Mamani, 2004
)
Sebagaimana halnya ikan dari jenis lele, lele dumbo memiliki
kulit tubuh yang licin, berlendir, dan tidak bersisik. Jika terkena sinar
matahari, warna tubuhnya otomatis menjadi loreng seperti mozaik hitam putih.
Mulut lele dumbo relatif lebar, yaitu sekitar seperempat dari
panjang total tubuhnya. Tanda spesifik lainnya dari lele dumbo adalah adanya
kumis di sekitar mulut sebanyak 8 buah yang berfungsi sebagai alat peraba saat bargerak atau mencari makan (Khairuman, 2005).
Insang ikan lele berukuran kecil dan terletak pada kepala
bagian belakang (Najiyati, 1992) dan terdiri dari dua dinding berkantung tipis
yang disatukan oleh tabung melintang (Jayaram, 1981 dalam Utomo, 2006), hal ini
menyebabkan ikan lele kadang mengalami kesulitan dalam memenuhi kebutuhan
oksigen di perairan sehingga kekurangan ini dilengkapi oleh alat pernapasan
tambahan pada lembar insang kedua dan keempat, merupakan modifikasi insang
berbentuk seperti bunga karang disebut arborescent organ yang penuh dengan
pembuluh darah kapiler.Arborescent organ memungkinkan ikan lele dapat mengambil
oksigen langsung dari udara sehingga mampu hidup diperairan yang kandungan
oksigennya rendah (Susanto, 1989; Angka et al., 1990; Suyanto, 1992) maupun
perairan yang kadar CO2 tinggi (Puspowardoyo dan Djarijah, 2002). Organ
pernapasan tambahan ini hanya berfungsi saat insang tidak dapat memenuhi
kebutuhan oksigen (Handojo et al., 1986 dalam Utomo, 2006). Pada kondisi
lembab, ikan lele dapat tetap hidup di luar perairan (Susanto, 1989;
Murhananto, 2002). Alat genital dekat anus tampak sebagai tonjolan. Pada ikan
jantan tonjolan berbentuk lancip sedangkan pada ikan betina tonjolan relatif
membundar (Angka et al., 1990). Habitat ikan lele adalah semua perairan tawar.
Di sungai yang airnya tidak terlalu deras atau di perairan yang tenang seperti
danau, waduk, telaga, rawa serta genangan-genangan kecil seperti kolam. Ikan
ini tidak membutuhkan perairan yang mengalir untuk mendukung pertumbuhannya.
Hal ini dimungkinkan oleh adanya kemampuan ikan tersebut untuk mengambil
oksigen langsung dari udara melalui organ arborescent yang dimilikinya,
sehingga pada perairan yang tidak mengalir, perairan yang kotor dan berlumpur
dengan kandungan oksigen rendah, ikan lele masih bisa hidup (Soetomo, 1989;
Suyanto, 1992)
Ikan lele
dumbo merupakan hewan nokturnal, yakni hewan yang aktif mencari makan pada
malam hari dan termasuk hewan karnivora karena pakan alaminya adalah kutu air
(daphnia, cladosera, copepoda, chydorus, ceriodaphnia, moina, nauplius,
rotaria), cacing, krustacea kecil, rotifera, jentik-jentik (larva serangga dan
siput-siput kecil). Air yang
baik untuk pertumbuhan ikan lele dumbo adalah air bersih yang berasal dari
sungai, air hujan, dan air sumur dengan kisaran suhu 25-32 0C. (Anonimus, 2007b). Kadar oksigen air yang
dibutuhkan ikan lele dumbo berkisar antara 3 ppm. Namun, ketersediaan kadar
oksigen tidak banyak berpengaruh karena ikan lele dumbo bisa mengambil oksigen
langsung dari udara. Sementara itu, kandungan karbon dioksida (CO2) air harus
di bawah 15 ppm, kandungan NH3 harus di
bawah 0,05 ppm, kandungan NO2 sekitar 0,25 ppm, kandungan NO3 sekitar 250 ppm dan pH 6,5 – 8 (Khairuman dan Khairul,
2002).
2.2
Parasit dan Penyakit
Penyakit
pada organisme perairan seperti halnya ikan mas
didefinisikan sebagai sesuatu yang dapat mengganggu proses kehidupan
ikan sehingga pertumbuhan menjadi tidak normal. Secara umum penyakit dibedakan
menjadi 2 kelompok yaitu penyakit infeksi dan non infeksi. Penyakit infeksi
disebabkan oleh organisme hidup seperti parasit, jamur, bakteri, dan virus dan
penyakit non infeksi disebabkan oleh faktor non hidup seperti pakan,
lingkungan, keturunan dan penanganan (Afrianto dan Liviawaty, 2003).
Parasit
merupakan organisme yang hidup pada organisme lain yang mengambil makanan dari
tubuh organisme tersebut, sehingga organisme yang tempatnya makan (inang) akan
mengalami kerugian. Parasitisme adalah hubungan dengan salah satu spesies
parasit dimana inangnya sebagai habitat dan merupakan tempat untuk memperoleh
makanan atau nutrisi, tubuh inang adalah lingkungan utama dari parasit
sedangkan lingkungan sekitarnya merupakan lingkungan keduanya (Kabata, 1985).
Penyakit
akibat infeksi parasit menjadi ancaman utama keberhasilan akuakultur.
Pemeliharaan ikan dalam jumlah besar dan padat tebar tinggi pada area yang
terbatas, menyebabkan kondisi lingkungan tersebut sangat mendukung perkembangan
dan penyebaran penyakit infeksi. Kondisi dengan padat tebar tinggi akan menyebabkan
ikan mudah stress sehingga menyebabkan ikan menjadi mudah terserang penyakit,
selain itu kualitas air, volume air dan alirannya berpengaruh terhadap
berkembangnya suatu penyakit. Populasi yang tinggi akan mempermudah penularan
karena meningkatnya kemungkinan kontak antara ikan yang sakit dengan ikan yang
sehat ( Irianto, 2005).
Daelami
(2002) mengatakan bahwa parasit ikan terdapat pada lingkungan perairan yang ada
ikannya, tetapi belum tentu menyebabkan ikan menderita sakit. Ikan sebenarnya
mempunyai daya tahan terhadap penyakit selama berada dalam kondisi lingkungan
yang baik dan tubuhnya tidak diperlemah oleh berbagai sebab.
Infeksi
yang terjadi pada ikan karena serangan parasit merupakan masalah yang cukup
serius dibanding dengan gangguan yang disebabkan oleh faktor lain. Parasit bisa
menjadi wabah bila diikuti oleh infeksi sekunder. Kolam yang tidak terawat
merupakan tempat yang baik bagi organisme penyebab infeksi penyakit yang
mungkin telah ada pada kolam atau juga berasal dari luar. Akan tetapi, selama
kolam terjaga dengan baik serta lingkungan yang selalu mendapat perhatian,
parasit dalam kolam maupun yang dari luar tidak akan mampu menimbulkan infeksi
(Irawan, 2000).
Berdasarkan cara penyerangan, parasit
dibedakan atas 2 golongan yaitu golongan ektoparasit (eksternal) dan
endoparasit (internal), Ektoparasit adalah parasit yang menyerang bagian luar
kulit,sisik,lender,dan insang. Sementara itu endoparasit adalah parasit yang
menyerang bagian dalam Alifudin, (1996).
Untuk mengetahui tingkat infeksi
parasit dalam populasi inang dikenal istilah prevalensi, intensitas dan
kelimpahan parasit. Prevalensi menggambarkan persentase ikan yang terinfeksi
oleh parasit tertentu dalam populasi ikan, intensitas rata-rata menggambarkan
jumlah parasit tertentu yang ditemukan pada ikan yang diperiksa dan terinfeksi,
sedangkan kelimpahan rata-rata adalah jumlah rata-rata parasit tertentu yang
ditemukan dalam populasi pada ikan baik yang terinfeksi maupun tidak. Beberapa
istilah yang berkaitan dengan inang parasit antara lain adalah inang
definitive, inang antara, dan inang paratenik. Inang definitive adalah inang
dimana parasit hidup, berkembang dan mampu bereproduksi. Inang antara biasanya
meliputi inang antara I, inang antara II, atau bahkan inang antara III adalah
inang dimana parasit mengalami perkembangan baik morphologi maupun physiology
pada fase kehidupan tertentu tetapi tidak mencapai tahap dewasa. Parasit yang
memiliki inang antara dalam siklus hidupnya terutama golongan helminth. Inang
paratenik adalah inang dimana parasit hidup untuk sementara dan tidak mengalami
perkembangan atau perubahan fase kehidupannya. Inang paratenik kemungkinan
dapat diperlukan atau tidak dalam siklus hidup parasit, terutama berperan dalam
menjembatani adanya hambatan ekologi (ecological barrier)(Hilal anshary.2008)
2.3 Jenis Parasit yang menginfeksi Ikan Lele Dumbo (Clarias
gariepinus)
Menurut
sistematika penyebabnya, penyakit
ikan golongan parasit dibagi menjadi penyakit yang disebabkan oleh Protozoa, Helminthes (cacing), dan Crustacea
(udang-udangan).
2.3.1 Epistylis sp
Parasit yang terdapat pada insang ikan lele
dumbo (C. gariepinus) yaitu Epistylis sp. Merupakan parasit yang umum di temukan pada perairan
baik air tawar. Parasit ini biasanya menempel pada objek-objek yang terendam
dalam air, seperti tumbuhan atau hewan air, bagian tubuh Epistylis yang
menempel pada substrat adalah bagian batangnya, sel-sel epistylis
berbentuk lonceng terbalik dan disekeliling peristomanya bercilia, selnya
mempunyai makronukleus yang berbentuk seperti bulan sabit dan mikronucleus
berbentuk bulat.
Adapun klasifikasi dari Epistylis
sp yaitu sebagai berikut :
Kingdom : Chromalveolata
Superphylum : Alveolata
Phylum : Ciliophora
Subphylum : Intramacronucleata
Class : Oligohymenophorea
Subclass : Peritrichia
Ordo : Peritrichida,
Family : Epistylidae,
Genus : Epistylis
Species : Epistylis sp.
Menurut Hadiroseyani (1990), Epistylis sp. bersifat
sesil yang menempel pada substrat seperti insang dan kulit ikan, hidup parasit
ini berkoloni dan masing-masing individu dihubungkan dengan stalk yang dapat
berkontraksi. Menurut Alifuddin (1993), parasit ini berukuran 50-250 mikro,
membentuk koloni dan tersusun pada tangkai yang bercabang-cabang namun bersifat
"non-contractile". berkembang biak dengan pembelahan. Sedangkan
menurut Yuasa, dkk (2003), Epistylis sp. merupakan protozoa bersiliata
berkoloni yang berbentuk silinder tipis atau lonceng dengan tangkai yang
panjang dan nonkontraktil dengan panjang kira-kira 0,4-0,5 mikrometer. Gejala
serangan parasit ini biasanya mengakibatkan ikan susah bernafas karena
insangnya banyak tertutupi parasit ini kemudian pertumbuhan lambat dan
kerusakan pada jaringan yang di serang/ ditempeli.
2.3.2 Trypanosoma sp
Adapun
klasifikasi dari parasit Trypanosoma sp menurut Hilal anshary
(2014) adalah sebagai berikut:
Filum
: Sarcomastigophora
Sub
filum : mastigophora
Klas
: Kinetoplastidea
Ordo :
kinetoplastida
Famili : Trypanosomatidae
Genus : Trypanosoma sp
Trypanosoma adalah haemoflagellata
dan biasanya memiliki flagellum bebas pada ujung bagian anterior. Parasit ini
selalu menyebar lewat perantaraan lintah. Parasit tidak bersifat inang spesifik (Hilal anshary.2008), pada dasarnya parasit ini bukan sebagai
penyerang utama, tetapi ia menyerang pada ikan yang telah lebih dulu terkena
parasit lain, misalnya karena luka, sakit, stress dan sebagainya,Agus irawan (2004). Beberapa
teori mengungkapkan pengaruh Trypanosoma sp pada inang. Teori pertama
menyatakan bahwa Trypanosoma sp mempunyai metabolisme gkukosa yang
tinggi, sehingga bila Trypanosoma sp mengambil glukosa inang maka
terjadilah kematian inang karena terjadi hipoglikemia. Teori yang kedua kadar
kalium di dalam serum meningkat pada tripanosomosis, tingginya kadar kalium
pada plasma menyebabkan kerusakan pada eritrosit (Levine, 1995), Kordi (2004)
menunjukkan gejala-gejala ikan kekurangan oksigen, gerakan ikan sangat lemah,
dan kerusakan pada kulit dan perdarahan pada insang. Infeksi berat ditandai
ketika ikan menderita anemia, insangnya pucat dan lembam. Pada ikan lele dumbo
yang dibudidayakan di desa Mangkubumen Boyolali infeksi Trypanosoma sp
menyebabkan ikan menderita anemia, hal ini menunjukkan bahwa Trypanosoma sp
telah menginfeksi ikan lele dumbo cukup parah.
Menurut Moller dan Anders, (1986) Trypanosoma sp menyebabkan
menurunnya jumlah eritrosit, nilai hematokrit, dan kadar hemoglobin.
2.3.3 Bothriocephalus sp
Adapun klasifikasi dari parasit Bothriocephalus sp menurut William and Ernest (1994) adalah sebagai berikut:
Kingdom :
|
|
Phylum :
|
|
Class :
|
|
Order :
|
|
Family :
|
|
Genus :
|
Bothriocephalus
merupakan golongan Cestoda yaitu cacing pita endoparasit, tubuh berbentuk
seperti pita, memiliki atau tidak memiliki segmen, panjangnya mencapai 5 – 70
mm, memiliki organ pelekatan pada bagian anterior yang disebut scolex yang
dilengkapi dengan hook atau sucker. Salah satu cacing pita yang paling penting
pada budidaya di daerah air hangat (warma water) adalah Pseudophyllidean Bothriocephalussp.,
dan Proteocephalus sp. Tanda-tanda klinis
Ikan terinfeksi tampak lambat, tubuh kurus karena tidak makan. Parasit ini
umumnya ditemukan pada bagian usus ikan. Parasit dapat menyebakan enteris
hemorhage karena adanya kerusakan pada epithel usus. Tahap dewasa dapat
menyebabkan gangguan proses penyerapan makanan dalam usus sehingga dapat
mengurangi food intake. Kemungkinan terjadi infeksi sekunder oleh bakteri. (Hilal
anshary.2008)
Parasit Cestoda pada ikan bisa
didapatkan dalam bentuk dewasa misalnya Bothriocephalus mempunyai final host
yaitu “flatfish” atau dalam larva dan mempunyai final host pada mamalia
misalnya Diphylobothrium latum (Möler dan Anders 1986).
2.4
Kualitas Air
Menurut Najiyati (1992), lele dumbo termasuk ikan air
tawar yang menyukai genangan air yang tidak tenang. Di sungai-sungai, ikan ini
lebih banyak dijumpai di tempat-tempat yang aliran airnya tidak terlalu deras.
Kondisi yang ideal bagi hidup lele dumbo adalah air yang mempunyai pH 6,5-9 dan
bersuhu 24–26 0C.
Lele dumbo mudah beradaptasi dengan lingkungan yang
tergenang air. Bila sudah dewasa, lele dumbo dapat beradaptasi pula pada
lingkungan perairan yang mengalir. Kualitas air untuk budidaya ikan lele dumbo merupakan salah satu faktor
penting yang harus diperhatikan dalam usaha budidaya. Faktor-faktor yang mempengaruhi
kualitas air untuk kehidupan ikan lele dumbo antara lain suhu dan pH.
III. METODOLOGI PENELITIAN
3.1.
Waktu
dan Tempat
Penelitian
ini akan dilaksanakan pada bulan
Mei sampai
Juni 2014,
di Stasiun Karantina Ikan Kelas II Luwuk, Kabupaten Banggai, Provinsi Sulawesi Tengah. Adapun sampel benih
ikan Lele Dumbo yang digunakan berasal
dari kolam Kampus II Universitas Muhamadiyah Luwuk.
3.2.
Alat
dan Bahan
3.2.1 Alat
Adapun alat dan bahan yang akan digunakan dalam
penelitian parasit yaitu dapat dilihat pada Tabel. 1 berikut ini:
Tabel 1. Alat yang
diguanakan dalam penelitian parasit.
Nama
Alat / bahan
|
Kegunaan
|
Jumlah
|
Mikroskop Listrik
|
Untuk mengamati parasit
|
1 buah
|
Objek dan deck glass
|
Untuk meletakkan preparet
|
secukupnya
|
Gunting
|
Untuk memotong organ
|
1 buah
|
Scalpel
|
Untuk membedah ikan
|
1 buah
|
Pinset
|
Untuk mengambil sampel
|
1 buah
|
Gunting bedah
|
Untung menggunting bagian
|
1 buah
|
Pipet tetes
|
Untuk mengambil air sampel
|
1 buah
|
Nampan
|
Tempat membedah sampel
|
1 buah
|
Timbangan
|
Untuk menimbang sampel
|
1 buah
|
Aquarium
|
Tempat menyimpan sampel
|
1 buah
|
Aerator
|
Pensuplai oksigen
|
3 buah
|
Penggaris
|
Mengukur panjang sampel
|
1 buah
|
Thermometer
|
Mengukur suhu air
|
1 buah
|
pH Tester
|
Mengukur pH air
|
1 buah
|
Kaus tangan / handsum
|
Untuk steril dalam kerja
|
Seperlunya
|
Bahan
Hewan uji yang akan digunakan untuk penelitian adalah
sampel ikan lele dumbo berjumlah 30 ekor dengan ukuran 15 ± 0,5 cm yang diambil dari kolam budidaya
ikan Kampus II Universitas Muhammadiyah Luwuk. Bahan lainnya adalah aquades
sebagai pengencer sample dan air tawar.
3.3
Prosedur Penelitian
3.3.1 Tahap
Persiapan
§ Mengambil sampel ikan di kolam budidaya ikan Kampus II
Universitas Muhammadiyah Luwuk secara acak ( Random Sampling ).
§ Memasukkan sampel ikan ke dalam akuarium yang berisi air
tawar dan diaerasi.
§ Melakukan analisis laboratorium terhadap sampel ikan di
Stasiun Karantina Ikan Kelas II Luwuk Banggai.
3.3.2
Tahap Pelaksanaan
·
Melakukan pengamatan
terhadap kelainan tingkah laku yang meliputi
: apakah ikan tersebut menuju ke permukaan air, menggosok – gosokkan
tubuhnya pada benda yang ada di dalam aquarium, sering muncul di permukaan air
untuk bernafas atau diam di dasar aquarium.
·
Mengambil satu
persatu ikan sampel yang ada didalam aquarium untuk diukur berat dan
panjangnya.
·
Mengamati secara
morfologi masing – masing ikan meliputi
: kelainan bentuk tubuh ( Bengkok, sirip rusak, sungut putus, luka,
bisul ), timbul warna tidak normal ( terang / gelap ), kehadiran lendir yang
berlebihan pada insang juga pada tubuh.
·
Mengamati parasit
pada ikan di bawah mikroskop :
a)
Bagian luar
tubuh dengan cara mengerok dari ke 6 bagian ( kepala sampai bagian ekor ) dan
meletakkan pada objek glass.
b)
Pada insang
dilakukan dengan cara menggunting tutup insang, kemudian dikeruk dan meletakkan
pada objek glass.
c)
Pada organ –
organ internal ikan seperti ginjal, jantung, dan usus dilakukan dengan cara
membedah ikan dengan menggunakan pisau bedah dan gunting bedah, pengambilan
sampel/preparat pada darah dan jantung dilakukan dengan cara mengisap
menggunakan suntik/sirynk kemudian cairan dari dalam alat penyuntik dengan
segera diteteskan pada objek glass. Pengambilan sampel/preparat pada usus dan
ginjal dilakukan dengan cara menarik bagian ginjal dengan menggunakan
pinset/ose kemudian digunting dan diletakkan pada objek glass.
d)
Semua sampel
yang diamati di bawah dimikroskop terlebih dahulu ditetesi aguades.
e)
Melakukan
identifikasi jenis parasit dengan menggunakan buku identifikasi.
·
Pengukuran
parameter kualitas air berupa suhu, O2 dan pH dilakukan
pada saat pengambilan sampel ikan lele di kolam pemeliharaan ikan lele dumbo
Kampus II Universitas Muhammadiyah Luwuk.
3.4
Analisi Data
Untuk
menganalisis tingkat serangan parasit yang mengifeksi ikan lele dumbo di kolam
budidaya ikan Kampus II Universitas Muhammadiyah Luwuk, semua data yang
diperoleh dihimpun dalam bentuk tabulasi selanjutnya dianalisis secara deskriptif.
Data
hasil penelitian berupa organisme penyakit parasit ikan lele dihitung dengan
menggunakan rumus prevalensi/frekuensi kejadian dari organisme yang ditemukan
sebagai berikut : ( Mamani dkk, 2004
) :
Jumlah ikan
sampel yang terinfeksi
Prevelensi = --------------------------------------------- x 100 %
Total ikan
sampel yang diperiksa
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Identifikasi dan Deskripsi jenis Parasit
Berdasarkan Hasil pengamatan secara miskroskopis terhadap
sampel ikan lele dumbo lokasi kolam kampus II Universitas Muhammadiyah Luwuk ditemukan jenis parasit Epistylis
sp, Bothriocephalus sp.
4.1.1
Epistylis sp
Hasil penelitian salah satu parasit yang
ditemukan adalah Epistylis sp. Parasit ini banyak ditemukan pada
insang sampel benih lele dumbo (C.
gariepinus). Hal ini sesuai pendapat Gusrina (2008) bahwa Epistylis
sp sering menyerang pada bagian insang ikan air tawar, payau dan laut. Kurnia
(2010) mengemukakan bahwa Epistylis sp menginfeksi insang semua jenis ikan
air tawar, terutama ukuran benih.
Parasit yang terdapat pada insang ikan lele
dumbo (C. gariepinus) yaitu Epistylis sp. Merupakan parasit yang umum di temukan pada perairan
baik air tawar. Parasit ini biasanya menempel pada objek-objek yang terendam
dalam air, seperti tumbuhan atau hewan air, bagian tubuh Epistylis yang
menempel pada substrat adalah bagian batangnya, sel-sel epistylis
berbentuk lonceng terbalik dan disekeliling peristomanya bercilia, selnya
mempunyai makronukleus yang berbentuk seperti bulan sabit dan mikronucleus
berbentuk bulat. Menurut Hadiroseyani (1990), Epistylis sp. bersifat
sesil yang menempel pada substrat seperti insang dan kulit ikan, hidup parasit
ini berkoloni dan masing-masing individu dihubungkan dengan stalk yang dapat
berkontraksi. Menurut Alifuddin (1993), parasit ini berukuran 50-250 mikro,
membentuk koloni dan tersusun pada tangkai yang bercabang-cabang namun bersifat
"non-contractile". berkembang biak dengan pembelahan. Sedangkan
menurut Yuasa, dkk (2003), Epistylis sp. merupakan protozoa bersiliata
berkoloni yang berbentuk silinder tipis atau lonceng dengan tangkai yang
panjang dan nonkontraktil dengan panjang kira-kira 0,4-0,5 mikrometer. Gejala
serangan parasit ini biasanya mengakibatkan ikan susah bernafas karena
insangnya banyak tertutupi parasit ini kemudian pertumbuhan lambat dan
kerusakan pada jaringan yang di serang/ ditempeli.
4.1.3
Bothriocephalus sp
Hasil penelitian
salah satu parasit yang ditemukan adalah Bothriocephalus sp.
Parasit ini banyak ditemukan pada insang sampel ikan lele dumbo (C.
gariepinus).
4.2
Prevalensi infeksi parasit terhadap ikan lele dumbo
Data
infeksi keseluruhan Masing-masing parasit pada Seluruh sampel lele dumbo yang diperiksa dapat dilihat pada
Tabel berikut.
Tabel. Prevalensi parasit
yang menginfeksi ikan
lele dumbo kampus II UNISMUH
No
|
Jenis
Parasit
yang ditemukan
|
Jumlah Parasit
|
Prevalensi infeksi parasit
sampel ikan lele dumbo kampus II UNISMUH
|
||
Sisik &
lendir
|
Insang
|
Usus
|
|||
Pada Tabel
diatas dapat diketahui jenis parasit yang banyak menginfeksi ikan lele baik di permukaan tubuk melihat perbandingan prevalensi infeksi parasit
yang menyerang ikan lele dumbo dapat dilihat pada diagram
DAFTAR PUSTAKA
Afrianto dan Liviawaty. 1992. Pengendalian hama dan penyakit ikan.
Penerbit
kanisius. Yogyakarta.
Akbar. 2011. Budidaya Ikan Lele. Agromedia.
Jakarta
Angka SL, I Mokoginta , H Hamid.
1990. Anatomi dan Histologi beberapa
IkanAir Tawar yang
Dibudidayakan di Indonesia. Depdikbud, Dikti. IPB.
Bogor. 212 hlm.
Anonimus. 2007.Beternak Lele Dumbo. Agromedia Pustaka: Jakarta
Daelami. 2002. Agar Ikan Sehat. Penebar Swadaya. Jakarta.
Gusrina. 2008. Budidaya Ikan Jilid 3.
Irawan, A.H.S.R. 2000. Menanggulangi Hama dan Penyakit Ikan.CV.
Aneka . Solo.
Irawan.Agus.2004. Menanggulangi Hama dan Penyakit Ikan.CV.
Aneka . Solo.
Irianto,
A. 2005. Patologi Ikan Teleostei.
Universitas Terbuka Press.
Jakarta.
Kabata, Z. 1985. Parasires and diseases of fish cultured in the
tropics.
Penerbit taylor dan prancis. London and Philadelphia.
Khairuman.2005.
Hama dan Penyakit ikan.
Khairuman, Khairul
A. 2002. Budidaya Lele Dumbo Secara
Intensif.
Agromedia Pustaka: Jakarta.
Kurnia,DR.2010. Hama dan Penyakit ikan. Diakses dari http://
hama dan
penyakit
ikan dr Kurnia.wordpress.com/ pada tanggal
21 Agustus 2010
Mamani,M.Hamel,C.Vandame.P.A
(2004) Ectoparacites
(Crustacea:Branchiura) of
pseudoplatysthoma tigrinum (chuncuina) and P.fasciatum (surubi) in Bolivian
White Water floodplains.ecoligia en Bolivia.Bolivia
Möler H and
Anders A. 1986. Diseases and
parasites of marine fishes.
Verlag
Möler.
Najiyati S. 1992. Memelihara Lele Dumbo di Kolam Taman.
Penebar
Swadaya,Jakarta.
hlm 35-48.
Purbomartono, H. dan
Djarijah, A. 2005. Pembenihan
dan Pembesaran Lele Dumbo Hemat Air. Kanisius Yogyakarta.
Rustidja. 1997. Pembenihan
Ikan-Ikan Tropis. Fakultas Perikanan Universitas Brawijaya. Malang
Sugianti,
B. 2005. Pemanfaatan Tumbuhan Obat
Tradisional Dalam
Pengendalian
Penyakit Ikan.Makalah Pribadi Falsafah Sains
Sekolah
Pasca Sarjana Institut Pertanian. Bogor.
Susanto,Heru.
Budidaya Ikan Di Pekarangan,ed revisi.2006.Penebar
Swadaya.Jakarta
Susanto H. 1989. Budidaya Ikan Lele. Kanisius,
Jakarta. hlm 69-71.
Suyanto SR. 1992. Budidaya Ikan Lele. Penebar Swadaya,
Jakarta. hlm 65-100.
Utomo SC. 2006. Efektivitas Aromatase Inhibitor melalui
Perendaman pada
Larva Ikan
Lele Sangkuriang Clarias sp. yang Berumur 0, 2 dan 4 Hari Setelah Menetas
[Skripsi]. Program Studi
Teknologi dan Manajemen Akuakultur,Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut
Pertanian Bogor. Bogor.
Puspowardoyo H, Djarijah AS.
2002. Pembenihan dan Pembesaran Lele
Dumbo Hemat Air. Kanisius, Yogyakarta. hlm 59.
1 comments:
sangat baik dan menambah pengetahuan baru buat yang awam.....tp klo boleh correct... tabelnya gak keliatan, jd tdk keliatan relevansinya terhadap gejala dan efek yang ditimbulkan oleh parasit tersebut.....tks..
Post a Comment